Wahai Guru, Teruslah Mendidik dan Mengajar
Pulahan tahun yang silam, di suatu kampung saya menghadiri pertemuan bersama tokoh agama dan masyarakat. Di sana ada seorang Qori yang bercerita tentang semangat masa lalunya mengajar Al-Qur’an. Beliau pun menyebutkan diantara murid-muridnya. Dan saat itu beliau tidak mengajar ngaji lagi. Lalu disebutkannya alasan kenapa dirinya tidak mengajar ngaji lagi. Seingat saya dan yang saya pahami dari bahasa kampungnya, beliau mengatakan kalimat yang tidak pantas, “Saya sudah malas atau bosan mengajar ngaji ini”. Allahul Musta’an. Sangat tidak layak keluar kalimat seperti “Bosan atau malas mengajarkan kalamullah” apalagi dari lisan seorang Qori yang telah diberi rizki oleh Allah Ta’ala memahami kitab-Nya. Walaupun mungkin maksud beliau tidak seperti yang kita pikirkan. Namun, cobalah renungi keistiqomahan salah seorang ulama ahli Qira’ah yang disebutkan oleh Imam Adz-dzahabi dalam kitabnya, Abu Ishaq berkata:
كَانَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيُّ يُقْرِئُ النَّاسَ فِي المَسْجِدِ الأَعْظَمِ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً
Abu Abdirrahman as-Sulami mengajarkan Al-Qur’an kepada orang-orang di masjid agung (di Kufah) selama empat puluh tahun. (Siyar A’lamin Nubala’, 4/268)
Beliau meriwayatkan hadits dari Utsman bin Affan, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya. (Shahih Al-Bukhari, 5027)
Abu Abdirrahman berkata:
فَذَلِكَ الَّذِي أَقْعَدَنِي هَذَا المَقْعَدَ
“Itulah yang membuatku duduk di tempat ini.” (Ibid, 2/270)
Suatu hari semasa usia masih belasan tahun dulu, saya berjumpa di toko buku Gramedia dengan salah seorang kakek yang sangat menginspirasi. Saya mengira beliau adalah seorang ustadz, minimal guru agama. Pertemuan yang singkat tapi sangat berkesan. Beliau memotivasi kami agar terus belajar dan mengajar. Beliaupun mengatakan,
كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا وَاعِيًا وَلَا تَكُنْ رَابِعًا فَتَهْلِك
Jadilah kalian seorang yang ‘Alim (berilmu) atau penuntutu ilmu atau orang senantiasa mendengar ilmu, dan jangan jadi yang ke empat (tidak termasuk golongan yang tiga itu).
Beliau menasehati kami agar menjadi orang yang berilmu dan selalu bergumul dengan ilmu. Beliau berkata, kakek sudah tua (beliau sebutkan usianya, seingat saya 71 tahun), tapi masih mengajar. Mengajar itu nikmat, ungkapnya dengan indah. Allahu Akbar!
Kalimat indah berbahasa Arab yang beliau sampaikan itu, secara sanad tidak shahih dari nabi ﷺ tapi Ma’tsur dari sebagian salaf. (Lihat Ahaaditus Qashash, hal. 82)
Wahai diriku, dan teman-teman para guru, teruslah mengajar dengan istiqomah. Nabi ﷺ manakala datang para penuntut ilmu beliau menyambutnya dengan baik.
Dari Shafwan bin ‘Asl Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
أتيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وهو مُتَّكِئٌ في المسجدِ على بُرْدٍ لهُ أحمرَ فقلتُ لهُ يا رسولَ اللهِ إني جئتُ أطلبُ العِلْمَ فقال مرحبًا بطالبِ العِلْمِ إنَّ طالبَ العِلْمِ لتحُفَّهُ الملائكةُ وتَظُلَّهُ بأجنحتِها ثم يركبُ بعضُهم بعضًا حتى يبلغوا السماءَ الدنيا من حُبِّهِمْ لما يطلبُ
“Aku datang kepada Rasulullah ﷺ saat beliau sedang bersandar di masjid di atas sehelai kain burdah berwarna merah. Aku berkata kepadanya, Wahai Rasulullah, aku datang untuk menuntut ilmu.’ Beliau bersabda, ‘Selamat datang, wahai penuntut ilmu! Sesungguhnya para malaikat mengelilingi penuntut ilmu dan menaunginya dengan sayap-sayap mereka. Kemudian mereka saling bertumpuk satu sama lain hingga mencapai langit dunia karena kecintaan mereka terhadap apa yang dicari (ilmu).” (Silsilah Ash-Shahihah, 7/1176)
Sikap mulia beliau itu senantiasa diikuti oleh para sahabatnya. Dahulu, ketika Abu Darda’ melihat para penuntut ilmu, beliau berkata:
مرحبا بطلبة العلم، وكان يقول: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أوصى بكم
“Selamat datang para penuntut ilmu,” dan beliau juga berkata: “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ berwasiat tentang kalian.” (Silsilah Al-Ahaadits As-Shahihah, 1/568)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud melalui beberapa jalur bahwa beliau biasa berkata ketika melihat para pemuda yang menuntut ilmu:
«مَرْحَبًا بِيَنَابِيعِ الْحِكْمَةِ وَمَصَابِيحِ الظُّلَمِ، خُلْقَانِ الثِّيَابِ، جُدُدِ الْقُلُوبِ، حُلُسِ الْبُيُوتِ رَيْحَانِ كُلِّ قَبِيلَةٍ
“Selamat datang, wahai sumber-sumber hikmah dan pelita dalam kegelapan, pakaian mereka mungkin lusuh, tetapi hati mereka baru, penghuni rumah-rumah, dan harum bagi setiap kabilah.” (Jaami’u Baayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, 1/231)
Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda,
سيأتيكُم أقوامٌ يطلبونَ العِلمَ فإذا رأيتُموهم فقولوا لَهُم مَرحبًا مَرحبًا بوصيَّةِ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ واقْنوهُم قلتُ للحَكَمِ ما اقْنوهُم قالَ علِّموهُم
“Akan datang kepada kalian sekelompok orang yang mencari ilmu. Jika kalian melihat mereka, katakanlah kepada mereka, ‘elamat datang, selamat datang dengan wasiat Rasulullah ﷺ. Dan bantulah mereka, Aku (perawi hadits) bertanya kepada Al-Hakam, Apa maksud dari ‘bantulah mereka? Dia menjawab, Ajarkanlah mereka.” (Shahih Ibnu Majah, no. 203, hadits Hasan)
Sahabatku, guru-guru pejuang, mari kita terus bersabar dalam mendidik dan mengajar. Lihatlah bagaimana keteladanan dan kesabaran Imam As-Syafi’i dalam mendidik muridnya Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradiy. Dinukil oleh As-Subki, Suatu hari Imam Syafi’i berkata kepadanya,
يَا ربيع لَو أمكننى أَن أطعمك الْعلم لأطعمتك
Wahai Rabi, seandainya aku bisa menyuapi ilmu (seperti memberi makan), pasti aku akan menyuapkan (memberikan) nya kepadamu.
Al-Qaffal menyebutkan dalam fatawa-nya bahwa,
كَانَ الرّبيع بطئ الْفَهم
Rabi’ lambat dalam memahami, sehingga Imam Syafi’i mengulang satu masalah (pelajaran) kepadanya sebanyak empat puluh kali, tetapi dia juga tidak memahami. Kemudian Rabi’ meninggalkan majelis karena malu. Imam Syafi’i pun memanggilnya secara pribadi dan mengulanginya sampai beliau memahami. (Thabaqaat Asy-Syafi’iyyah Al-Kubra, 2/135)
Imam Syafi’i sangat mencintai Rabi’, beliau pernah menceritakan, bahwa imam Syafi’i berkata kepadanya,
مَا أَحَبَّكَ إِلَيَّ
Alangkah besarnya cintaku kepadamu
Luar biasa! Dan lihatlah buah kesabaran Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, di kemudian hari Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradiy menjadi seorang ulama yang luar biasa, ratusan para ulama dari berbagai negeri belajar kepadanya. Bahkan beliau adalah perawi terbanyak kitab-kitab Imam Asy-Syafi’i, diantaranya kitab Al-Umm Imam Asy-Syafi’i yang ma’ruf kita kenal, diriwayatkan oleh Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradiy. Beliau telah berjasa mengenalkan khazanah fiqh dan keilmuan Asy-Syafi’i kepada umat. Allahu Akbar. Semoga Allah Ta’ala merahmati para ulama kita dan membimbing kita untuk mengikuti jejak langkah perjuangan mereka.
Penulis: Firdaus Basyir As-Subayanjiy
Artikel: markizonline.com