Orang Tua dan Guru yang Mendapatkan Petunjuk
Ada seseorang yang berkhotbah di hadapan Nabi ﷺ, lalu berkata:
مَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسولَهُ، فقَدْ رَشَدَ، وَمَن يَعْصِهِمَا، فقَدْ غَوَى، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: بئْسَ الخَطِيبُ أَنْتَ! قُلْ: وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسولَهُ. [وفي رواية]: فقَدْ غَوِيَ
“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang mendurhakai keduanya, maka ia tersesat.” Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Sejelek-jelek pengkhotbah (khatib) adalah kamu ! Katakanlah: ‘Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya’.[Dalam riwayat lain]: “maka ia telah tersesat.” (H.R. Muslim, 870 dari Sahabat ‘Adi bin Haatim Ath-Thaa’i)
Nabi ﷺ mengajarkan dan menjelaskan dengan tegas tanpa kalimat Dhamir, kata ganti atau Isyarat bahwa orang yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya adalah orang yang tersesat. Maka orang tua dan guru mestilah mentaati petunjuk Allah Ta’ala dan menjauhi segala bentuk penyimpangan dengan menyelisihi konsep Islami dalam mendidik anak dan murid sejak Allah Ta’ala titipkan amanah besar itu kepada kita.
Kata غَوَى، يَغْوِي mashdarnya adalah غَيٌّ (Ghaiyyun). Ibnul Atsir rahimahullah menjelaskan maknanya,
الضلال والانهماك في الباطل
Kesesatan dan keasyikan dalam kebatilan.
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah orang orang yang mendapatkan petunjuk, bukan orang yang sesat. Allah Ta’ala berfirman,
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ
“Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru (menyimpang).” (Q.S. An-Najm, 2)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini dan juga menguraikan perbedaan kata الغيُّ (Al-Ghaiy) dengan kata الضلال (Ad-Dhalal) dalam tafsirnya,
بأنه بار راشد تابع للحق ليس بضال ، وهو الجاهل الذي يسلك على غير طريق بغير علم ،
Beliau adalah orang yang baik, mendapatkan petunjuk, mengikuti kebenaran, dan tidak ضال (Dhallun) orang yang tersesat, yaitu seseorang yang tidak tahu (jahil) mengikuti jalan yang salah tanpa ilmu.
Adapun orang menyimpang الغاوي maknanya adalah,
هو العالم بالحق العادل عنه قصدا إلى غيره
Adalah orang yang mengetahui kebenaran tetapi sengaja menjauhinya.
Maka Allah Ta’ala membersihkan Rasul dan syariat-Nya dari kesamaan dengan ahli kesesatan seperti kaum Nasrani dan orang-orang Yahudi. Bahkan Allah Ta’ala melanjutkan firman-Nya,
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ
“Dan tiadalah yang diucapkannya menurut kemauan hawa nafsunya.” (Q.S. An-Najm, 3)
Bahkan Allah Ta’ala tegaskan lagi,
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوحَىٰ
“Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Q.S. An-Najm, 4)
Nabi ﷺ adalah Rasul yang mendapatkan Ar-Rusyd (petunjuk) Allah Ta’ala. Dan yang terjatuh dalam kesesatan (Al-Ghaiy) adalah Iblis laknatullah ‘alaih. Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ فَبِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي لَأَقۡعُدَنَّ لَهُمۡ صِرَٰطَكَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ
“Iblis menjawab: Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Q.S. Al-A’raf, 16)
Ar-Rusyd dan Al-Ghaiy itu telah nyata, Allah Ta’ala menjelaskan,
قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar (Ar-Rusyd) daripada jalan yang sesat (Al-Ghaiy). Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah, 256)
Semoga Allah Ta’ala membimbing kita untuk mengikuti petunjuknya dan menjauhkan kita dari kesesatan tanpa ilmu atau penyimpangan setelah mengetahui kebenaran.
Penulis: Firdaus Basyir As-Subayanjiy
Artikel: markizonline.com
Referensi:
Nadhratun Na’iim, jilid 11 shifat Al-Ghaiy
Website : https://dorar.net/hadith/sharh/
Website : https://quran.ksu.edu.sa/tafsee