Inspirasi Pendidikan

Menikmati Ilmu Bersama Para Penuntut Ilmu Hingga Akhir Hayat

Beredar video singkat seorang guru yang sangat menginspirasi banyak para penuntut ilmu dan pejuang dakwah. Ustadz Mubarok Bamualim hafizhahullah, Ketua STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya sebelumnya tampak memberikan nasehat, beliau berkata “Alhamdulillah ana diberikan nikmat oleh Allah Ta’ala. Dakwah ini dan mendidik adalah paling saya cintai di dunia ini. Seandainya aku tidak bisa mengajar lagi, lebih baik aku mati. Lebih baik aku mati dari pada hilang kesempatan aku untuk mengajar dan untuk berdakwah kepada Allah Subhhanahu wa Ta’ala. Ini suatu hiburan yang nikmat diberikan Allah Subhhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang lebih dari itu bagi ana hidup ini, berdakwah mendidik dan mengajar generasi ini. Kala kita sudah cinta kepada pekerjaan kita, In sya Allah kita akan merasa ringan di dalam berbuat.” (sumber: https://www.facebook.com/share/p/aeDy7CXHDsnBZfvf/?mibextid=WaXdOe)

Seorang guru dan para da’i hendaklah menikmati hari-harinya bersama ilmu, dakwah dan perjuangan keumatan ini. Diceritakan, ada seorang da’i yang berdakwah di pedalaman. Saat beliau sakit, dibawalah oleh teman-temanya untuk berobat dan beristirahat dulu ke kota. Tapi sang da’i tersebut tidak mau beristirahat lama di sana. Dengan tekad dakwahnya yang kuat, beliau berkata, saya takut jama’ah saya diambil para misonaris. Beliau pun pulang kembali ke pedalaman. Akhirnya, setelah beberapa waktu terdengarlah kabar sang da’i tersebut wafat. Beliau sangat mencintai jam’ah dan murid-muridnya, ia tidak mau meninggalkan mereka dalam waktu yang lama, akhirnya Allah Ta’ala mewafatkannya di tengah jama’ahnnya. Semoga Allah Ta’ala merahmatinya.

Sungguh, keteladan seperti ini telah dicontohkan oleh para ulama dari masa ke masa. Qadhi Abu Yusuf rahimahullah, ulama besar muridnya Imam Abu Hanifah rahhimahullah. Saat beliau sakit, diceritakan oleh Qadhi Ibrahim bin al-Jarrah al-Kufi, al-Mishri, “Abu Yusuf jatuh sakit, maka aku datang menjenguknya. Aku mendapati beliau dalam keadaan pingsan. Ketika beliau sadar, beliau berkata kepadaku:

يا إبراهيم، ما تقول في مسألة؟ قلت: في مثل هذه الحالة ؟! قال: ولا بأس بذلك، ندرس لعله ينجو به ناج

Wahai Ibrahim, apa pendapatmu tentang suatu masalah? Aku menjawab: Apakah dalam keadaan seperti ini kita harus membahasnya? Beliau berkata: Tidak masalah, kita belajar, semoga ini akan menjadi penyelamat bagi seseorang.


Kemudian beliau berkata: Wahai Ibrahim, mana yang lebih baik dalam melempar jumrah – dalam ibadah haji – apakah lebih baik melemparnya dengan berjalan kaki atau dengan berkendara? Aku menjawab: Dengan berkendara. Beliau berkata: Kamu salah. Aku menjawab: Dengan berjalan kaki. Beliau berkata: Kamu salah. Aku berkata: Tolong jelaskan, semoga Allah meridhaimu. Beliau berkata: Adapun tempat yang disunnahkan untuk berhenti dan berdoa, lebih baik melemparnya dengan berjalan kaki. Adapun tempat yang tidak disunnahkan untuk berhenti, lebih baik melemparnya dengan berkendara.

م قُمت من عنده، فما بلغت باب داره حتى سمعت الصراخ عليه، وإذا هو قد مات، رحمه الله عليه

Lalu aku meninggalkan beliau, dan belum sampai aku di pintu rumahnya, aku mendengar suara tangisan atas kematiannya. Ternyata beliau telah wafat, semoga Allah merahmati beliau. (Qiimatuuz Zaman ‘Indal ‘Ulama, hal. 26)

Abu Ja’far Muhammad bin ‘Ali, Waraq Abu Zur’ah, berkata: “Kami menghadiri Abu Zur’ah di Masyharan, ketika beliau sedang dalam kondisi sakit menjelang kematiannya. Saat itu ada Abu Hatim, Ibnu Warah, al-Mundzir bin Syadan, dan yang lainnya. Mereka menyebutkan hadits tentang talqin: ‘Talqinlah orang yang meninggal di antara kalian: Laa ilaaha illallah.’ Mereka merasa sungkan untuk menalqinkan Abu Zur’ah, lalu mereka berkata, ‘Mari kita sebutkan hadits ini.’
Kemudian Ibnu Warah berkata: ‘Telah meriwayatkan kepada kami Abu ‘Ashim, dia berkata: ‘Abdul Hamid bin Ja’far meriwayatkan kepada kami dari Shalih…’ dan dia terus mengulang-ulang, ‘Ibnu Abi…’ dan tidak menyelesaikannya.


Abu Hatim berkata: ‘Telah meriwayatkan kepada kami Bundar, dia berkata: ‘Abu ‘Ashim meriwayatkan kepada kami dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih…’ dan dia juga tidak menyelesaikannya. Yang lainnya pun diam.


Lalu Abu Zur’ah, yang saat itu berada dalam kondisi sekarat, berkata: ‘Telah meriwayatkan kepada kami Bundar, dia berkata: ‘Abu ‘Ashim meriwayatkan kepada kami dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abi ‘Arib, dari Katsir bin Murrah, dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata: ‘Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، دَخَلَ الجَنَّةَ

Barang siapa yang akhir ucapannya adalah Laa ilaaha illallah, maka dia akan masuk surga. (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad, no. 233, Abu Dawud, no. 3116, dll)

Lalu Abu Zur’ah wafat, semoga Allah merahmatinya. (Siyar A’lamin Nubala’, 13/76-77)

Allahu Akbar, ketika Nabi menjelaskan bahwa jalan ilmu adalah jalan yang akan dimudahkan oleh Allah seseorang menuju surga, lihatlah betapa mudahnya mereka mendapatkan ciri-ciri husnul khatimah dengan karunia Allah Ta’ala dan semoga Allah Ta’ala juga karuniakan kepada mereka para ulama, guru-guru yang senantiasa bersama ilmu surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Serta semoga kita pula diberi pula taufiq-Nya untuk mengikuti jejak mereka.

Penulis: Firdaus Basyir As-Subayanjiy
Artikel: markizonline.com

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button